fbpx

Migrasi Konsumsi BBM ke Pertalite Bisa Bikin Pertalite Langka?

Begitu kencangnya migrasi konsumsi BBM dari Pertamax ke Pertalite diperkirakan akan membuat kuotanya untuk 2022 membengkak.

Sekadar informasi, Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, sebetulnya sudah menargetkan kuota Pertalite sebesar 23,05 juta kiloliter (kl) hingga akhir 2022.

Namun, karena migrasi konsumsi BBM ke Pertalite yang semakin meningkat, kuotanya bisa tembus hingga 30 juta kl atau membengkak sebanyak 6,95 juta kl dari kuota seharusnya.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menjelaskan bahwa konsumsi Pertalite rata-rata tahunannya mencapai 22 juta kl.

Akan tetapi, dengan adanya penetapan Pertalite sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JKBP) menggantikan Premium, jelas akan ada potensi migrasi yang cukup besar.

Mengingat konsumsi Premium kurang lebih antara 6 juta kl hingga 8 juta kl per tahunnya.

“Jadi kalau ditambah 22 juta kl, konsumsinya bisa mencapai 28-30 juta kl,” terangnya, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Selasa (12/07/2022).

Lebih lanjut, ia mengatakan pada saat yang bersamaan Indonesia juga dihadapkan dengan tantangan kondisi fiskal di 2022.

Dengan penerapan kebijakan fiskal tersebut, Pemerintah tentunya perlu melakukan pembatasan pembelian Pertalite, agar kuotanya tidak jebol pada akhir 2022 mendatang.

Senada dengan Komaidi, Nicke Widyawati, selaku Direktur Utama Pertamina, juga mengungkapkan kalau shifting atau peralihan konsumsi pastinya terjadi.

Walau demikian, Pertamina tetap terus melakukan perhitungan guna mengukur besaran perpindahan konsumsi yang terjadi.

“Jadinya harus dilakukan pengaturan lebih lanjut agar perpindahan tetap terkendali,” ujarnya.

Menurutnya dengan pengendalian yang dilakukan secara tepat maka tidak seluruh konsumen beralih ke BBM subsidi.

Pasalnya kalau sampai seluruh masyarakat beralih ke BBM subsidi, tentunya akan ada potensi bertambahnya beban negara untuk ke depannya.

Sementara itu anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Saleh Abdurrahman menuturkan langkah pengetatan pembelian harus dilakukan kalau tidak ada tambahan subsidi maupun kompensasi dari Pemerintah Pusat.

“Konsumsi Pertalite di Indonesia sudah lebih dari 25 juta kl dan kalau tidak ada penambahan volume dari Pemerintah Pusat maka solusinya jelas pengetatan,” ungkapnya.